Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta meyakini
kenaikan BBM murni bukan untuk penyelamatan APBN. Malah justru sangat
membebani APBN-P 2012. Menurutnya, akibat selisih hitung subsidi BBM di
RAPBN-P 2012, keuangan negara berpotensi rugi Rp 17,1 triliun.
Dijelaskan, berdasar perhitungan Megawati Institute yang merujuk
kepada RAPBN-P 2012 dan jawaban pemerintah kepada DPR ketika pembahasan
asumsi makro, maka jumlah rencana anggaran untuk subsidi BBM (premium,
solar dan minyak tanah) adalah sebesar Rp 104,1 triliun.
Hasil perhitungan subsidi BBM dengan harga keekonomian premium Rp
8.022 (harga subsidi Rp6.000), Minyak tanah harga keekonomian Rp 7.600
(harga subsidi Rp 2.500), dan Solar harga keekomiannya Rp 8.130 (harga
subsidi Rp 6.000), dengan asumsi ICP 105 USD/barel dan kuota total 40
juta kilo liter adalah sebesar Rp 87 Triliun.
Lebih lanjut ia menguraikan, dari rencana anggaran subsidi BBM yang
diajukan oleh pemerintah sebesar Rp 104,1 triliun dan dibandingkan
dengan rencana realisasi subsidi yang dihitung ulang sebesar Rp 87
triliun, maka terdapat selisih Rp 17,1 triliun. Selisih itulah yang
pemerintah harus menjelaskan kembali kenapa selisih tersebut dapat
terjadi.
Arif menambahkan, selain hitung-hitungan tersebut, jebolnya APBN
lebih disebabkan oleh adanya penambahan subsidi listrik yang naik hingga
107,1 persen dan kenaikan Cost Recovery sebesar 25,5 Persen, Program
BLSM dan Subsidi Angkutan Umum yang secara keseluruhan mencapai Rp 106,3
triliun.
Serta usulan penurunan penerimaan pajak sebesar Rp 25,8 triliun dan PNBP Gas sebesar Rp 6,1 triliun.
Ditegaskan, kenaikan subsidi listrik yang mencapai 107,1 persen
sangat tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM yang hanya sebesar 30
persen. Sementara pada sisi lain kenaikan cost recovery juga tidak
sebanding dengan terjadinya penurunan lifting minyak dari 950.000 bph
menjadi 930.000 bph.
“Sekali lagi Ini memperlihatkan buruknya kualitas perencanaan
anggaran pemerintah,” tegas Arif kepada Tribun, Jakarta, Kamis
(29/3/2012).
Lebih lanjut, Arif Budimanta berkeyakinan, kenaikan BBM ini murni
bukan untuk penyelamatan APBN, malah justru sangat membebani APBN-P
2012.
Atas dasar pertimbangan tersebut adalah sangat tidak tepat pada saat
ini kenaikan BBM bersubsidi dilakukan hanya karena alasan kenaikan harga
minyak dunia.
Kedepannya, tegasnya, pemerintah diminta untuk bersungguh-sungguh
mempersiapkan Nota Keuangan dan RAPBN dengan tetap berpegang teguh pada
amanat konstitusi bahwa APBN harus dilaksanakan secara bertanggung jawab
dan diperuntukkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Niat pemerintah untuk menaikkan harga BBM mulai 1 April 2012
sepertinya harus diurungkan. “Pemerintah belum mampu menjelaskan
kelebihan subsidi BBM sebesar 17,1 Triliun dan diperuntukkan untuk apa?
Jika Pemerintah tetap ngotot menaikkan harga BBM, maka ini potensi
kerugian negara dalam APBN-P 2012,” ujarnya.
Ini menunjukkan, RAPBN-P 2012 tidak disiapkan secara matang, karena
unsur transparansi dan akuntanbilitas tidak dikedepankan pemerintah
sehingga kredibilitas dan kualitas dari RAPBN-P 2012 ini patut
diragukan.
sumber :
http://www.tribunnews.com/2012/03/29/kenaikan-bbm-membebani-apbn-p-2012